Rabu, 27 Februari 2008

KOSMOLOGI TRITANGTU SUNDA

Oleh Muhammad Zia Ulhaq NR.

“Jagat satiluna; jagat urang, jagat tengah, jeung jagat saluhureun awang-awang.”

potongan Pantun Eyang Reusi Handeula Wangi.

WAYANG GOLEK merupakan salah satu budaya khas Sunda di bumi Priangan ini. Layaknya pantun, wayang golek pun mengandung pola pikir orang Sunda dalam perikehidupan kesundaannya. Dalam kisah wayang golek, sering disebutkan tokoh Kahyangan yang berinteraksi dengan manusia, dan pewayangan pun memiliki kosmologi (jagat pewayangan) yang hampir sama dengan kosmologi dalam pantun Sunda. Pengertian dari wayang ialah gambar. Pawayangan berarti gambaran. Jagat pawayangan itu bermakna gambaran kehidupan manusia.

Menurut shahibul hikayat, jagat pewayangan terdiri dari tiga alam atau Triloka, dan disebut juga Tribuana. Yaitu Mayapadha, Madyapadha, dan Arcaphada. Secara terminologi Mayaphada terdiri dari; maya, artinya alam lemes, atau luhur. Padha artinya alam. Maka Mayapadha berarti alam lemes atau alam luhur. Alam Madyapadha berarti alam panengah, jagat tengah, atau Dunia Tengah.

Dalam dunia pewayangan terdapat dua dunia ghaib, yaitu Mayapadha dan Madyapadha. Mayapadha berisi makhluk-makhluk yang memiliki, dengan meminjam istilah H. Hasan Mustafa, sifat kapangeranan dan cenderung positif. Sedangkan Madyapadha merupakan tempat makhluk-makhluk yang memiliki sifat kaiblisan dengan kecenderungan negatif, yang sering digambarkan oleh manusia dengan wujud seperti bangsa Jin, setan, raksasa, dan sebagainya. Dunia ghaib berisi makhluk yang terdiri dari unsur sinar atau cahaya. Ibarat malaikat dan iblis. Malaikat terbuat dari cahaya atau sinar dan iblis terbuat dari api. Bagi orang Sunda, kedua dunia dalam jagat pawayangan ini memiliki siloka, yaitu: Mayapadha merupakan gambaran unsur kebaikan dan Madyapadha berunsur cahaya kejelekan atau kegelapan.

Alam yang ketiga adalah Arcapadha. Arca, artinya wujud atau wuwujudan. Arcapadha artinya alam nyata, alam wuwujudan, alam dhahir, atau jagat urang (alam kita). Alam ini berisi makhluk-makhluk yang memiliki bentuk dan wujud. Dunia wujud adalah dunia manusia dan alam ini merupakan alam ketiga atau Dunia Bawah. Maka triloka dalam jagat pawayangan mengandung unsur Tritangtu Sunda, yaitu Mayapadha, Madyapadha, dan Arcapadha.

Prof. Drs. Jakob Sumardjo, mengatakan pola tiga ini banyak hadir dalam realitas kesadaran masyarakat Sunda untuk memaknai realitas faktual ruang Sunda. Pola hubungan tiga ini ada dalam pengaturan kampungnya, pengaturan rumah tinggalnya, pengaturan ekologinya, pola tenunnya, pola peralatannya, dan banyak lagi. Dasar dari semua ini adalah pola kosmiknya yang holistik. Ada langit (dunia atas), ada bumi (dunia bawah), dan ada dunia manusia (dunia tengah). Ketiganya membentuk kesatuan tiga, yang kalau digambarkan secara modern akan berbentuk segitiga sama kaki. Di puncak segitiga adalah dunia atas (langit), dan di dasar segitiga ada dunia bawah (bumi) dan dunia tengah (manusia di atas bumi).


Perbedaan Pola Tritangtu Kosmik

Terdapat perbedaan urutan pola tritangtu berkenaan dengan kosmologi Sunda. Pendapat diatas mengurutkan tritangtu kosmik terdiri dari tiga dunia (pola pertama); dunia atas (langit), dunia tengah (manusia), dan dunia bawah (bumi). Berdasarkan pada kosmologi wayang (pola kedua), urutan tritangtu kosmik tersebut terdiri dari Mayapadha (dewa/positif), Madyapadha (makhluk halus/negatif), dan Arcapadha (dunia manusia).

Inilah hal yang menarik untuk dianalisa. Kesamaan kedua pola tersebut adalah dalam meletakkan dunia atas, sebagai dunia langit. Tetapi keduanya berbeda dalam memposisikan dunia tengah dan dunia bawah. Kemudian dimanakah posisi manusia? Menurut pola pertama manusia berada di dunia tengah, sedangkan dalam pola kedua memposisikan dunia tengah sebagai dunia makhluk ghaib negatif, layaknya gambaran dunia bawah dalam pola pertama.

Dari kesamaan dan perbedaan diatas, pola pertama membentuk kesatuan tiga dengan struktur segitiga sama kaki, puncak segitiga adalah dunia atas (langit), dan di dasar segitiga ada dunia tengah (manusia di atas bumi) dan dunia bawah (bumi). Berdasarkan jagat pawayangan, pola kedua ini membentuk kesatuan tiga dengan struktur segitiga sama kaki terbalik. Bagian atas adalah Madyapadha dan Mayapadha, sedangkan bagian bawah (segitiga terbalik) adalah Arcapadha, dunia manusia sebagai aktor utama dalam kehidupannya. Struktur ini mengandung siloka, yaitu manusia dihadapkan pada dua jalan, dua karakteristik, surga-neraka, baik-buruk, atau antara sifat kapangeranan atau kaiblisan. Keduanya tidak dapat dihindari, sebab kebaikan tercipta ketika adanya kejahatan. Adanya rasa kenikmatan setelah diketahui bagaimana rasanya kesengsaraan. Dalam cerita pantun-pantun Sunda, kesempurnaan manusia diperoleh setelah tercapai keharmonian dari pasangan dualistik.

Dualisme alam pawayangan, Mayapadha dan Madyapadha, berunsur sama yaitu bersifat ghaib, tetapi berbeda karakter. Dunia Mayapadha berisi makhluk yang bersifat kapangeranan dan dunia Madyapadha memiliki sifat kaiblisan yang harus dijauhi (tempat yang dilarang). Kedua alam ini merupakan alam spirit atau alam lemes (halus, cahaya) dengan dua kecenderungan yang berbeda, antara cahaya dan kegelapan, kahadean jeung kagorengan, atau kapangeranan dan kaiblisan. Dunia manusia berada di alam Arcapadha, alam materi, alam nyata, atau alam wuwujudan. Artinya alam yang berisi makhluk yang berwujud materi, yaitu manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Maka dunia manusia berada di alam kenyataan dan dihadapkan pada dunia yang memiliki dua kecenderungan, yaitu alam kebaikan (dunia atas) atau alam kegelapan (dunia tengah).

Dalam alam Arcapadha, manusia melihat dua contoh perikehidupan. Untuk keharmonisan maka unsur negatif pasti akan dijalani tetapi harus dihindari atau ditaklukkan, karena kebaikan akan terjadi jika ada keburukan tampak di depan mata kita. Sebagai contoh, tripartit dalam Ibu-bapak-anak. Anak berada di posisi setelah Ibu dan bapak, tetapi bukan berada di tengah. Maka anak akan melihat dua contoh karakter, dari Ibu dan bapaknya. Keharmonian terjadi karena anak mengandung sifat “ibu atau perempuan” dan memiliki sifat “bapak atau lelaki”, yang merupakan substansi yang ambivalen. Justru sifat ambivalen ini adalah syarat dalam keberlangsungan mengada dan kehidupan ini dapat tetap bertahan. Demikianlah siloka dari struktur segitiga sama kaki terbalik dalam kosmologi tritangtu Sunda.

Pola pemikiran masyarakat perladangan di Indonesia adalah tripartit atau tritunggal. Pola ini dipakai untuk segala hal yang menyangkut keselamatan hidup manusia. Tripartit ladang dimulai dengan membagi semua fenomena menjadi dua alamat yang memiliki substansi saling bertentangan, faham dualisme ini dimulai dengan kenyataan diri manusia, bahwa ada manusia lelaki dan manusia perempuan. Dua-duanya manusia yang sama, tetapi sekaligus juga saling berbeda. (Hermeneutik Sunda,hal 89)

Sebagai bahan perbandingan, dalam potongan Pantun Eyang Reusi Handeula Wangi dikatakan: “Jagat satiluna; jagat urang, jagat tengah, jeung jagat saluhureun awang-awang” (Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda, hal 57). Artinya alam ini terbagi menjadi tiga, yaitu jagat kita (manusia), jagat tengah, dan jagat yang terletak diatas langit atau dunia langit. Potongan teks pantun ini mengandung pola yang sama dengan pola jagat pawayangan, yaitu dunia langit, dunia tengah, dan dunia manusia.

Ketiga pola tritangtu kosmik Sunda di atas sepakat mengenai dunia atas, yang disebut dunia langit, Mayapadha, dan jagat saluhureun awang-awang. Adapun perbedaannya, berkenaan dengan posisi dunia manusia. Pola pertama menyebutkan bahwa manusia berada di dunia tengah atau Buana Panca Tengah. Dua pola terakhir menyebutkan dunia tengah sebagai alam Madyapadha atau jagat tengah. Ketiga pola tersebut, dalam usaha menstrukturkan pola tritangtu kosmik, melahirkan dua macam struktur. Pola pertama distrukturkan dengan segitiga sama kaki. Pola kedua dan ketiga distrukturkan dengan segitiga sama kaki terbalik.

Bagaimana dengan pola papat kalima pancer yang banyak dikenal oleh masyarakat Sunda? Dalam pantun atau pun wayang mungkin pola tersebut masih banyak tersembunyi. Bahkan setiap tradisi dalam kebudayaan masyarakat Sunda memiliki banyak pola dan struktur tersendiri yang menanti untuk dikaji. Dan salah satu sumber informasinya adalah diri kita sendiri, sebagai bagian kosmis (urang Sunda) di dalam kosmos perikehidupan Sunda Priangan ini.

Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar: